Select Menu
Buah Unggul
Diberdayakan oleh Blogger.

Buleleng

Bali

Teknologi

Lifestyle

Nasional

Videos

» » » Transmigran Buleleng Tewas Mengenaskan, Diduga Dipenggal Teroris
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

LokalZone - Nyoman Astika (70) warga Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, yang melakukan transmigrasi secara Swadaya ke wilayah Dusun Baturiti, Desa Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah tewas mengenaskan ditangan Kelompok teroris Santoso, pada Minggu (13/9/2015), sekitar pukul 13.00 waktu setempat. (ket foto, korban sebelah kanan)

Ironisnya, kepala korban yang dipenggal dibawa kabur oleh Kelompok tersebut. Dan kejadian naas ini, diketahui langsung oleh istri korban yakni, Kantri (65). Berdasarkan sambungan telepon seluler pada Selasa (15/9/2015), yang dihubungkan langsung oleh Sekretaris Desa Gitgit, Gede Garmita ke salah seorang kerabat korban yang berada di daerah Parigi, bernama Wayan Patria menuturkan, kejadian ini berawal dari ketika Kantri berniat sembahyang di Kebun milik korban, karena saat itu Rahina Tilem, yang ditemani Astika.

Tepat pukul 13.00 waktu setempat, tiba-tiba datang 5 orang yang menggunakan cadar, yang diduga merupakan Kelompok Santoso. Dimana kelima orang itu diantaranya, 2 orang membawa senjata laras panjang, 2 orang membawa pistol, dan 1 orang membawa kapak. Awalnya, Kantri yang disekap oleh kelompok itu, namun Astika berusaha membela istrinya. Beberapa saat, Kantri dipegang oleh 2 orang  yang membawa pistol, sedangkan 3 orang lainnya menyeret Astika beberapa jarak menjauhi Kantri.

Selang beberapa menit, ketiga orang itu datang, dimana 1 orang yang membawa kapak berlumburan darah. Didepan mata Kantri, 1 orang itu membersihkan senjatanya dan badannya yang berlumburan darah. Sembari mengancam Kantri agar tidak pulang ke Desa dan melaporkan kejadian ini, setelah itu 5 orang itu melepaskan Kantri. Kantri yang penasaran dengan kondisi suaminya, mendapati suaminya meninggal dunia tanpa kepada disebelah Gubuk di kebunnya.

“Sampai jam 8 malam dia disana, setelah akhirnya nekat pulang, dan langsung memberitahu keluarga lainnya, setelah itu warga satu kampung semua berangkat ke tempat kejadian, dan membawa pulang jenazah korban, dan ada warga yang mencari kepalanya. Mayatnya sempat dititipkan di RSUD Parigi Moutong, sampai sekarang kepalanya belum ditemukan. Kami sudah laporkan ini, ke pihak Polisi disini,” ungkap Patria, melalui telepon seluler.

Salah seorang menantu korban, Nyoman Adiana mengaku, mendapatkan kabar meninggalnya mertuanya ini, dari salah seorang keluarganya yang berada di Parigi, pada malam hari usai kejadian. Ia pun mengaku, belum memberitahu istrinya yang merupakan anak korban, terkait kejadian yang menimpa mertuanya ini. “Awalnya saya terima kabar kematian bapak, katanya disempal oleh kelompok teroris. Saya tidak berani ngomong ke istrinya saya yang ada di luar negeri, takut shok. Kalau sudah pulang baru kasik tahu, seminggu lagi dia pulang, sudah saya suruh pulang,” tuturnya, ditemui di Kantor Perbekel Desa Gitgit.

Diakuinya, lokasi kebun milik mertuanya itu merupakan jalur “Danger”. Pasalnya, jalur itu merupakan jalur Teroris, yang kerap dilintasi oleh para teroris atau kelompok lainnya. Menurutnya juga, dari pengakuan mertuanya sebelumnya saat pulang, memang kebun milik korban itu merupakan sering dijadikan tempat persembunyian oleh Kelompok Teror diwilayah itu. “Memang itu jalur teroris, dulu katanya sempat ada teroris ngumpet di kebun milik mertua saya. Orang-orang tidak berani lewat disana, karena sepi dan jalurnya berbahaya. Mertua saya ditemukan jenazahnya, tepat berada dibawah pohon duren,” katanya.

Menurutnya juga, lokasi kebun milik mertuanya bersama kebun warga lainnya itu, berjauhan dengan pemukiman penduduk. Dirinya yang juga pernah tinggal disana mengaku, untuk mencapai pemukiman penduduk, diperlukan waktu kurang lebih 3 ataupun 4 jam lamanya, untuk mencapai ke Desa. Sehingga menurutnya, kondisi ini sering dimanfaatkan kelompok-kelompok itu, untuk melakukan tindakan anarkis.

“Kerjaan bapak saya cuma sebagai petani cengkeh disana. Lagian, rumah disana jauh-jauh lokasinya dengan kebunnya, karena itu pondok Transmigrasi semuanya. Perlu waktu 3 jam lebih mencapai pemukiman Desa, itupun harus jalan kaki, karena disana Hutan,” jelasnya, sembari mengaku, dirinya akan menuju ke Daerah Parigi, sambil menunggu kedatangan istrinya, yang sebagai Tenaga Kerja di luar Negeri, untuk berangkat bersama.

Sementara itu, Perbekel Desa Gitgit, Putu Wardana meminta, kepada Pemerintah terkait, agar melindungi Transmigran yang berada di Daerah-Daerah Rawan Konflik. Ia pun khawatir, terhadap beberapa warganya yang berada di daerah konflik. Meskipun diakuinya, korban yang tewas diperantauan ini, merupakan Transmigrasi secara Swadaya. “Ini perlu adanya fasilitasi aparat yang membidangi, mudah-mudahan kejadian ini tidak terulang lagi, warga kami sekian lama disana. Memang kebanyakan warga kami ini Transmigrasi Swadaya, di Sulawesi Tengah, tapi ini kan perlu pengamanan juga, karena bukan warga kami saja disana, banyak warga lainnya disemua daerah,” pungkasnya.

Kabid Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Buleleng, I Nyoman Suyasa menjelaskan, Astika tidak terdaftar dalam data Transmigran Disnakertrans, sebab Astika sebagai transmigrasi secara swadaya. “Kalau swadaya tidak terdaftar di data kami. Karena mereka kan berangkat sendiri tanpa sepengetahuan kami, seperti merantaulah mereka, biasanya ikut keluarga atau teman yang sudah sukses disana, dan kebanyakan warga kami memilih Sulawesi, karena daerah itu memiliki potensi alam yang cocok untuk pertanian maupun perkebunan,” jelasnya.

Data terakhir dari Disnakertrans Buleleng, jumlah Tansmigran dari Buleleng di Sulawesi yang terdaftar mulai 2007 sampai 2013 mencapai 556 orang yang terdiri 153 KK. Sementara pada 2014 lalu tidak mengirimkan transmigran. Pada 2015 ini pihaknya akan kembali mengirimkan 10 KK transmigran ke Sulawesi.

Rencananya, korban hari ini, Selasa (15/9/2015) akan dikubur dilokasi itu. Sebab, menurut secara Pawisik yang ada menyebutkan, bahwa korban meninggal dalam kondisi tidak utuh, yang tanpa kepala, dan diwajibakan dikubur di wilayah Parigi, Sulawesi Tengah, sesuai adat Agama Hindu, sambil menunggu Kepala Korban ditemukan kembali, baru dilaksanakan Upacara Pengabenan.


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama