(Gambar Ilustrasi) |
Lokalzone - Ketua Komisi I DPRD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali, Made Arjaya mengemukakan perlunya pembentukan suatu tim untuk membahas dan menyikapi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Bali, karena telah mengakibatkan pro dan kontra masyarakat.
Tim yang dibentuk tersebut harus terdiri atas anggota DPRD, lembaga eksekutif, para tokoh masyarakat, dan pemuka adat.
“Kami berencana membentuk sebuah tim untuk membahas dan menyikapi pro dan kontra KSPN di Bali,” katanya di Denpasar, saat menyampaikan pendapatnya pada Sarasehan Pembangunan Bali ke Depan, di Denpasar, Selasa (5/11).
Ia mengatakan, dengan pembentukan tersebut, kawasan yang telah ditentukan menjadi KSPN di Bali oleh Pemerintah Pusat bisa dibahas. Karena pihaknya belum tahu sepenuhnya apa isi dalam KSPN tersebut.
Politikus PDI-P ini mengatakan Pemerintah Pusat semestinya sebelum menentukan KSPN, khususnya di Bali, terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan pembahasan bersama pemangku kepentingan di Pulau Dewata itu.
“Biar tidak seperti sekarang ini yang terjadi pro dan kontra di masyarakat dalam menyikapi KSPN di Bali,” katanya seraya mengatakan Bali memerlukan dana penataan lingkungan sehingga wisatawan yang datang merasa aman dan nyaman, akan tetapi, katanya, perlu diingat bahwa di Bali ada wilayah-wilayah tertentu disakralkan.
Ia mengatakan, Bali telah memiliki peraturan yang tertuang dalam Perda RTRW. Di peraturan tersebut juga mengatur daerah-daerah yang disakralkan atau disucikan.
Karena itu, kata dia, untuk mencari jalan keluar atas pro dan kontra menyikapi KSPN di Bali yang banyaknya 11 wilayah dari 88 KSPN di Indonesia itu, harus membuat tim pembahasan untuk menerima atau menolak keberadaan KSPN di Bali.
“Untuk mendapatkan solusi keberadaan KSPN di Bali adalah membentuk tim yang terdiri dari anggota dewan, eksekutif, dan tokoh-tokoh masyarakat,” katanya.
Dihentikan
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali meminta berbagai pihak menghentikan polemik soal penetapan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya di Kabupaten Karangasem sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
“Jangan polemik terus diperpanjang, mari lakukan langkah nyata dan bentuk tim, atau bila perlu dilakukan judicial review karena itu merupakan salah satu produk pemerintah,” kata Petajuh (Wakil) Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Dewa Ngurah Swasta.
Menurut dia, antara kawasan suci dan kawasan pariwisata sesungguhnya bukanlah hal yang perlu dipertentangkan. Aturan kawasan sucilah yang patut dijadikan acuan untuk mengatur kawasan wisata.
Beberapa waktu terakhir, Besakih, Gunung Agung, dan kawasan sekitarnya di Kabupaten Karangasem disoroti berbagai kalangan supaya dikeluarkan dari status KSPN karena dinilai dapat mengganggu nilai kesuciannya dan PP itu dianggap celah munculnya fasilitas pariwisata di sekitar tempat suci.
“Jangan gara-gara KSPN menjadi persoalan besar diantara kita masyarakat Bali dan akan berdampak psikologis yang berkepanjangan,” ujarnya seraya minta pimpinan tingkat provinsi yang mengkoordinasikan dengan desa pakraman (adat) di Bali. (suarapembaruan)
Tim yang dibentuk tersebut harus terdiri atas anggota DPRD, lembaga eksekutif, para tokoh masyarakat, dan pemuka adat.
“Kami berencana membentuk sebuah tim untuk membahas dan menyikapi pro dan kontra KSPN di Bali,” katanya di Denpasar, saat menyampaikan pendapatnya pada Sarasehan Pembangunan Bali ke Depan, di Denpasar, Selasa (5/11).
Ia mengatakan, dengan pembentukan tersebut, kawasan yang telah ditentukan menjadi KSPN di Bali oleh Pemerintah Pusat bisa dibahas. Karena pihaknya belum tahu sepenuhnya apa isi dalam KSPN tersebut.
Politikus PDI-P ini mengatakan Pemerintah Pusat semestinya sebelum menentukan KSPN, khususnya di Bali, terlebih dahulu melakukan sosialisasi dan pembahasan bersama pemangku kepentingan di Pulau Dewata itu.
“Biar tidak seperti sekarang ini yang terjadi pro dan kontra di masyarakat dalam menyikapi KSPN di Bali,” katanya seraya mengatakan Bali memerlukan dana penataan lingkungan sehingga wisatawan yang datang merasa aman dan nyaman, akan tetapi, katanya, perlu diingat bahwa di Bali ada wilayah-wilayah tertentu disakralkan.
Ia mengatakan, Bali telah memiliki peraturan yang tertuang dalam Perda RTRW. Di peraturan tersebut juga mengatur daerah-daerah yang disakralkan atau disucikan.
Karena itu, kata dia, untuk mencari jalan keluar atas pro dan kontra menyikapi KSPN di Bali yang banyaknya 11 wilayah dari 88 KSPN di Indonesia itu, harus membuat tim pembahasan untuk menerima atau menolak keberadaan KSPN di Bali.
“Untuk mendapatkan solusi keberadaan KSPN di Bali adalah membentuk tim yang terdiri dari anggota dewan, eksekutif, dan tokoh-tokoh masyarakat,” katanya.
Dihentikan
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali meminta berbagai pihak menghentikan polemik soal penetapan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya di Kabupaten Karangasem sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
“Jangan polemik terus diperpanjang, mari lakukan langkah nyata dan bentuk tim, atau bila perlu dilakukan judicial review karena itu merupakan salah satu produk pemerintah,” kata Petajuh (Wakil) Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali Dewa Ngurah Swasta.
Menurut dia, antara kawasan suci dan kawasan pariwisata sesungguhnya bukanlah hal yang perlu dipertentangkan. Aturan kawasan sucilah yang patut dijadikan acuan untuk mengatur kawasan wisata.
Beberapa waktu terakhir, Besakih, Gunung Agung, dan kawasan sekitarnya di Kabupaten Karangasem disoroti berbagai kalangan supaya dikeluarkan dari status KSPN karena dinilai dapat mengganggu nilai kesuciannya dan PP itu dianggap celah munculnya fasilitas pariwisata di sekitar tempat suci.
“Jangan gara-gara KSPN menjadi persoalan besar diantara kita masyarakat Bali dan akan berdampak psikologis yang berkepanjangan,” ujarnya seraya minta pimpinan tingkat provinsi yang mengkoordinasikan dengan desa pakraman (adat) di Bali. (suarapembaruan)
Bali - Pariwisata
Lokalzone - Setelah
menerima berbagai masukan dari sejumlah tokoh, praktisi, para akademsi,
dan lembaga adat serta lembaga agama soal pro dan kontra Besakih-Gunung
Agung dan sekitarnya sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Nasional
(KSPN), Gubernur Bali Made Mangku Pastika sepakat membentuk tim.
Hal
itu dikatakan Made Mangku Pastika saat memberi masukan pada acara
Sarasehan ‘’Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan’’, Selasa (5/11) di
Jaya Sabha, Denpasar.
Sebelumnya,
sejumlah tokoh seperti Prof. Wayan Wita, Putu Wirata Dwikora, Tjokorde
Gde Pemecutan, Prof. Made Bakta, Dekan Fakultas Pariwisata Unud Putu
Anom, mengingingkan diantara 11 KSPN yang telah ditetapkan di Bali,
hanya kawasan KSPN Besakih yang dicoret dari list 11 Peraturan
Pemerintah No. 50 tahun 2010.
Pencoretan nama
Besakih dan sekitarnya sebagai KSPN karena kawasan tersebut disucikan
berdasarkan Perda Propvinsi Bali. Karena itu, peserta meminta kawasan
itu di bawa jauh dari kawasan Besakih, misalnya di kawasan Bukit Jambul.
Selain Gubernur
sepakat membentuk tim pembahas KSPN Besakih dan sekitarnya, mantan
Kapolda Bali ini menanggapi secara serius soal kisruh kawasan strategis
pariwisata nasional (KSPN) Besakih yang menjadi bahan perguningan selama
ini.
Usai
bertemu dengan para pakar, tokoh agama, aktifis, dalam diskusi soal pro
kontra KSPN Besakih, akhirnya Pastika mengambil sikap tegas. Ia menolak
dengan tegas pemberlakuan Peratutan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010
tentang Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) untuk diberlakukan
di Bali.
Bahkan
Pastika memastikan jika dirinya akan segera melaporka hal tersebut
kepada Presiden SBY pada Rabu (6/11/2013) saat SBY berada di Bali untuk
serangkaian acara Bali Demokrasi Forum. “Besok saya akan berbicara
kepada Presiden bahwa PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang KSPN belum bisa
diberlakukan di Bali karena sesuatu dan lain hal. Ini bukan saya
ngambul, tetapi kondisi sosial masyarakat Bali memang demikian adanya,”
ujarnya geram.
Selain
menolak pemberlakuan PP Nomor 50 Tahun 2010, Pastika juga melarang
dengan keras agar seluruh pura di Bali dilarang untuk dikunjungi
wisatawan baik mancanegara maupun domestik.
Menurutnya,
Pura itu adalah tempat sembahyang, bukan untuk berwisata. “Pura adalah
tempat sembahyang, bukan untuk berwisata. Jangan menjadikan Pura sebagai
obyek wisata. Belum lagi di areal kawasan suci ada pedagang yang
menjual sepatu, koper, pakaian dalam wanita, lagu-lagu dangdut dan
sebagainya.
‘’Mata
saya sangat sakit melihat hal tersebut. Pura itu tidak boleh dinyatakan
sebagai daya tarik wisata. Kita ingin kelihatan status quo,” ujarnya.
Terkait
dengan larangan pemberlakuan PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang KSPN,
Pastika meminta agar 11 KSPN yang ada di Bali dicabut semuanya. “Minimal
selama 5 tahun ke depan KSPN di Bali yang berjumlah 11 KSPN ditutup
untuk sementara. Karena semua KSPN itu ada puranya, karena akan
menimbulkan banyak masalah,” ujarnya.
Artinya,
selama 5 tahun ke depan KSPN Bali ditunda, dan turis tidak boleh masuk
pura. Dalam waktu dekat ini akan segera dibentuk tim dari berbagai
elemen masyarakat untuk mengkaji berbagai hal yang tidak diperkenankan
berlaku di Bali. (Metrobali)
Bali - Pariwisata
Langganan:
Postingan (Atom)