Select Menu
Buah Unggul
Diberdayakan oleh Blogger.

Buleleng

Bali

Teknologi

Lifestyle

Nasional

Videos

Lokalzone - Aksi pemblokiran jalan oleh warga Sumber Kelampok, Gerokgak, Buleleng dikeluhkan para sopir Gilimanuk-Singaraja. Aksi tersebut mengganggu aktifitas pekerjaannya. Banyak sopir yang memarkir kendaraanya di pinggir jalan berjam-jam.

Aksi pemblokiran jalan oleh warga, berimbas terhadap kehidupan sopir angkutan umum dan truk. Akibatnya mereka tidak bisa melintas di jalur Gilimanuk-Singaraja. Sambil menunggu jalan dibuka, sopir memarkir kendaraanya di pinggir jalan.

“Kami sangat dirugikan dengan aksi ini. kami sudah menunggu dari jam 11, semestinya sudah balik dari singaraja jam segini(pukul 15,00 wita red) sudah dirumah dinegara.” keluh Sulaeman sopir truk dari Negara, Jembrana, Kamis (8/11/2013).

“Protes sih protes tapi jangan mengorbankan masyarakat banyak, kami juga butuh makan punya anak dan keluarga. kalau begini bagaimana kami bisa dapat setoran untuk makan,”ujar Komang Jati yang diiakan sopir lainnya.

Para sopir juga sangat menyayangkan aparat keamanan dan pemerintah tidak bisa bertindak tegas. “Semestinya aparat petugas dan pemerintah bisa memberikan rasa aman kepada kami rakyat kecil, kenapa penutupan jalan umum justru dibiarkan sehingga banyak warga yang dirugikan.” keluh Jati.

Bagi kendaraan barang ukuran sedang dan kecil, serta kendaraan pribadi masih bisa melalui jalur alternatif melewati Pekutatan-Pupuan, namun jalur tersebut tidak bisa di lalui kenderaan truk besar dan tronton sehinga sopir truk memilih memarkir kendaraannya di pinggir jalan. (bd)
- - -
Lokalzone - Akibat kasus pidana yang dilaporkan di Polres Buleleng tak mendapatkan penyelesaian penanganan yang memuaskan, seorang warga dari Desa Tukadmungga Kecamatan Buleleng, Made Suartana, S.H., terpaksa mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta dan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta ke sejumlah lembaga terkait lain.

Made Suartana di rumahnya di Tukadmungga, Kamis (7/11) kemarin, memaparkan dirinya terpaksa melapor ke Kompolnas dan Komnas HAM karena merasa tak mendapatkan keadilan dalam penanganan kasus yang dilaporkanya ke Polres Buleleng. Menurutnya, ia melaporkan sejumlah kasus pidana sejak sekitar dua tahun tahun lalu namun hingga kini belum mendapatkan penyelesaian. Padahal, polisi sudah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus tersebut. "Saat ini kasusnya masih mandek dalam proses P-19 dari Kejari," katanya.

Suartana menceritakan, kasus ini sebenarnya berawal dari masalah tanah. Menurutnya, pada 25 Maret 1981, Ni Made Reti yang tak lain adalah ibunya sendiri, membeli tanah di Desa Kalibukbuk dari Luh Suke di hadapan Camat Buleleng dengan akta jual beli No. 168/-/981. Lalu pada 29 April 1991, Ni Made Reti mengajukan permohonan penyertifikatan tanah dan mendapatkan surat panggilan dinas dari Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng No. 17.05.29.PPT dan No. 17/05/29 tertanggal 6 Januari 1992.

Namun saat itu, sertifikat belum keluar akibat kebakaran di Kantor Pertanahan. "Saat itu ibu saya, Ni Made Reti, sudah membayar pajak setiap tahunnya. Selama 30 tahun menguasai tanah tersebut tanpa ada yang mempermasalahkannya," katanya. Suartana melanjutkan, pada tahun 2011, ia bersama ibunya ingin melanjutkan proses permohonan sertifikat ke Kantor Pertanahan. Namun pada Juni 2012, Perbekel Kalibukbuk Made Sutama mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan tanah tersebut milik Luh Suke. Selanjutnya Luh Suke membuat dokumen mutasi tanah, sehingga pembayaran pajak atas tanah itu kemudian dilakukan Luh Suke. Dengan kejadian itu, Made Reti kemudian melapor ke Polres Buleleng karena keterangan Perbekel Kalibukbuk saat itu dianggap palsu. "Surat keterangan perbekel dan surat mutasi kemudian disita polisi," katanya.

Dari hasil penyidikan, kata Suartana, saat itu Made Sutama dan Luh Suke ditetapkan sebagai tersangka. Namun hingga kini kasusnya masih dalam proses P.19 dari Kejari tanpa ada kelanjutannya. "Selain kasus pemalsuan, ibu saya juga melaporkan sejumlah kasus pidana lain seperti perusakan, pencurian dan perampasan, namun juga tak mendapatkan penanganan yang memuaskan," ujarnya.

Menurut Suartana, di tengah berlarut-larutnya kasus laporan pidana itu, Luh Suke kemudian melakukan gugatan perdata terhadap ibunya, Made Reti. Objek yang digugat adalah tanah di Kalibukbuk tersebut. Bukti yang diajukan oleh penggugat adalah surat keterangan dari perbekel yang diduga palsu dan kasusnya sedang ditangani Polres. Namun dalam sidang pengadilan, gugatan penggugat dikabulkan. "Padahal, ibu saya memiliki akta jual beli, namun itu diabaikan oleh hakim," katanya.

Dengan rentetan kasus itu, Suartana dan keluarganya merasa tidak mendapatkan keadilan sehingga ia melapor secara tertulis kepada Kompolnas dan Komnas HAM. Selain itu, ia juga melapor ke Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial. Bahkan laporan ke Kompolnas dan Komnas HAM sudah mendapat tanggapan. Dalam surat tanggapan dari Kompolnas bernomor B/787/IX/2013/Kompolnas tertanggal 25 September 2013 itu disebutkan bahwa pihak Kompolnas sudah mengirimkan permohonan klarifikasi ke Irwasda Polda Bali yang ditembuskan kepada Kapolda Bali. Selain itu, Komnas HAM juga sudah mengirimkan surat kepada Kapolda Bali agar laporan tersebut mendapat perhatian. "Dua komisi itu sudah memberi tanggapan yang tembusannya dikirimkan pada kami," katanya. (bp)