Lokalzone - Saya suka mengamati berbagai
pertandingan olahraga dalam event Olimpiade London 2012 yang baru saja
berlalu. Mencermati perolehan medali setiap negara partisipan cukup mengasyikkan. Dan satu yang kemudian terlintas dalam benak saya saat
itu: "Apakah ada hubungan antara cabang-cabang olahraga yang menjadi
keunggulan setiap bangsa itu dengan mindset mereka?"
Anda
bisa amati sendiri bagaimana atlet-atlet negeri Afrika yang sangat
piawai dalam cabang atletik terutama lari jarak pendek dan jarak jauh.
Saya berpikir itu karena mereka bermental pemburu. Lingkungan yang penuh
dengan gurun dan hutan membuat mereka harus pandai-pandai berlari
secepat mungkin untuk mengejar hewan buruan, atau jika bahaya bintaang
buas mengintai, mereka harus berlari menyelamatkan diri. Keahlian
berlari adalah ketrampilan fisik yang amat vital bagi orang Afrika.
Keadaan
yang sama juga saya alami saat remaja. Saya terbiasa berburu di hutan
dengan anjing-anjing pemburu yang terlatih untuk mendapatkan daging
hewan buruan untuk bisa dijadikan bahan makanan untuk bertahan hidup.
Inilah kemandirian yang saya pelajari sejak usia muda.
Sementara
itu, China mendominasi di cabang-cabang olahraga seperti loncat indah,
badminton. Rata-rata cabang olahraga yang mereka menangi ialah yang
membutuhkan "sense of arts and skills” yang tinggi. Ini juga yang saya temukan dalam tulisan dan kaligrafi Cina, yang sarat dengan pesan dan rumit.
Apa yang bangsa Indonesia menangi di olimpiade lalu? Angkat besi. Atlet kita meraih medali perak di cabang olahraga angkat besi.
Kemudian
saya mencoba menarik kesimpulan dengan menghubungkan semua fakta-fakta
tersebut dengan suatu pernyataan menarik yang saya masih ingat dari Bung
Karno, proklamator kita,” Indonesia…the land of kuli.” Kuli adalah
pekerjaan yang identik dengan angkat mengangkat barang. Dan apakah ini
bisa kita hubungkan dengan kemenangan kita dalam angkat besi?
Pernyataan
Presiden pertama kita sangat menggelitik saya karena ini menjadi sebuah
pelatuk yang seolah memicu pikiran saya untuk menyimpulkan bahwa kita
perlu melakukan upaya untuk memperbaiki kondisi mental dan mindset
bangsa Indonesia yang masih kurang pro-entrepreneurship ini.
Lalu
apa yang bisa kita lakukan untuk menanggapi otokritik dari bapak
pendiri bangsa ini? Mari kita bekerja bahu-membahu memajukan bangsa ini
dengan entrepreneurship, agar bangsa ini tak melulu harus menjadi kuli
di negerinya sendiri.
Edukasi - Entrepreneur - Motivasi
Lokalzone - Amerika Serikat menyerap 22,20 persen dari total nilai ekspor pakaian
jadi bukan rajutan dari Bali dengan nilai USD 4,15 juta sepanjang Mei
2014.
"Mata dagangan yang dirancang dengan desain unik dan menarik,
termasuk dipadukan manik-manik yang sangat disenangi konsumen
mancanegara itu juga diserap pasaran Australia 9,33 persen," kata Kepala
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Panasunan Siregar di Denpasar,
seperti dilansir Antara, Rabu (30/7).
Pakaian hasil sentuhan tangan-tangan terampil wanita Bali itu juga
ditampung pasaran Singapura 8,16 persen, Jepang 7,48 persen, Thailand
0,36 persen dan Jerman 3,18 persen.
Pasaran Hong Kong menyerap 0,09 persen, Prancis 8,08 persen, Spanyol
2,03 persen, Inggris 13,57 persen dan sisanya 25,52 persen diserap oleh
sejumlah negara lainnya di belahan dunia.
Dia menambahkan, perolehan devisa dari ekspor pakaian jadi bulan
rajutan itu menurun 23,47 persen dibanding April 2014 yang tercatat USD
5,42 juta.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mencatat ekspor
tekstil dan produk tekstil (TPT) Bali selama lima bulan periode
Januari-Mei 2014 mencapai USD 53,28 juta, turun 12,14 persen dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya mencapai USD 60,65 juta.
TPT mampu memberikan kontribusi sebesar 24,78 persen terhadap total ekspor daerah ini mencapai 215,04 juta dolar AS.
Banyak pengusaha pakaian di Pulau Dewata kini tak lagi bergairah,
mengingat pangsa pasar semakin berkurang, disamping adanya persaingan
ketat dari negara tetangga serta kondisi ekonomi konsumen belum pulih
benar.
Pengusaha pakaian di Bali kini banyak berpaling dengan merebut pangsa pasar lokal hanya untuk bisa bertahan hidup.
Bali - Ekonomi - Internasional
Langganan:
Postingan (Atom)