Lokalzone - Made
Supala belajar pertanian bukan karena kemauannya sendiri tetapi lebih
karena tidak memiliki pilihan lain. Tanpa uang Supala yang merupakan
anak seorang petani ini terpaksa mendaftar di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) pada tahun 1972 lantaran biayanya gratis, “Saat pendaftaran saya hanya membawa
jangkul,” Kata Made sambil tertawa mengenang.
Setelah lulus Supala langsung bekerja sebagai seorang PPL di Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng. Dari pekerjaannya ini Supala mulai menyadari penderitaan para petani, “Jika petani tidak menanam buah unggul, tanaman hanya berbuah sekali atau kualitas yang dihasilkannya akan sangat rendah,” katanya. Dan masalah lain yang muncul, hanya sedikit orang yang mau berkecimpung sebagai pemulia tanaman, sedangkan petani sendiri tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk itu. Supala melihat permasalahan ini dan berusaha menjadi solusi.
Tidak bisa kembali sekolah karena pekerjaan yang dilakoninya, Made Supala mulai belajar sendiri (otodidak) pengetahuan sebagai pemulia tanaman. Waktu itu masih belum ada seminar dari universitas-universaitas tentang pemulian tanaman sehingga pada tahun 1998 dia memutuskan untuk datang ke IPB Bogor tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Disana Supala bertemu seorang mahasiswa dan meminta sebuah silabus tentang penyilangan tanaman.
Tidak mudah baginya untuk mempelajari pengetahuan baru yang dipelajarinya, terlalu banyak pengetahuan dasar yang tidak diketahui seperti taksonomi dan genetika. Dan dia mulai menjawab tantangan itu dengan membeli berbagai macam buku di Bogor, Semarang, Denpasar dan Yogjakarta, tetapi pertolongan justru lebih banyak didapatkannya dari kebun di dekat rumahnya yang juga sekaligus sebagai tempat praktek ilmu yang dipelajarinya.
Dengan segala keterbatasannya, Supala mulai melakukan uji coba menyilangkan jenis tanaman amphimixis dengan cara tradisional, mengambil serbuk sari di satu pohon dan memoleskannya di putik pada bunga pohon tanaman yang lain. Hal ini dilakoninya selama bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapatkan hasil, “saya mencari tanaman amphimixis yang bereproduksi dengan cara fertilisasi antara jantan dan betina,” Kata Supala.
Jenis tanaman amphimixis hanya dapat menghasilkan buah dengan cara fertilisasi, dimana serbuk sari bertemu dengan putik bunga. Sedangkan kebalikannya adalah apomixes yang dapat berkembang menjadi buah walau tanpa fertilisasi contohnya buah mangis. Hal ini menjadikan jenis tanaman ini sangat sulit untuk disilangkan, “jika tanaman jenis ini disilangkan sulit untuk mengetahui apakah buah dan biji yang dihasilkan itu merupakan hasil persilangan atau hanya bibit biasa yang hanya membawa gen tanaman aslinya,” katanya. Ini adalah mimpi buruk bagi seorang Breeder pasalnya butuh waktu bertahun-tahun untuk melihat tanaman berkembang.
Dengan keterbatasan informasi saat itu, tanpa internet, sangat sulit untuk mengetahui jenis tanaman mana saja yang tergolong amphimixis dan apomixes. Satu-satunya jalan untuk mencari tahu hanyalah dengan jalan menanam sebanyak-banyaknya plasma nutfah di kebun miliknya, “kita bungkus bagian bunganya dengan kertas dan menghilangkan bagian serbuk sarinya, jika putik tetap berkembang menjadi buah berarti itu jenis apomixes,” ungkapnya.
Made Supala mengumpulkan bibit dari berbagai tempat, ada yang dibeli dari nursery, dari teman temannya sesama pecinta tanaman dan terkadang dia mendapatkannya dengan mudah, ketika orang lain menganggap jenis tanaman itu tidak berharga tetapi baginya membawa gen potensial. Suatu hari di sebuah pameran dia mendapatkan tanaman sirsak berwarna kuning mencolok dengan jumlah biji yang sangat banyak dan pastinya akan sangat menggangu siapapun yang memakannya, apalagi rasa buahnya sangat hambar dijamin tidak akan ada yang menyukai buah ini. “Saya menyilangkan jenis ini dengan sirsak madu dengan harapan menghasilkan varietas baru dengan warna kuning pada bagian buah dan dagingnya tetapi rasanya manis seperti sirsak madu,” papar Supala.
Hasil eksperimen pertamannya adalah Srikaya Surix dan Nona Sri, keduannya merupakan hasil persilangan srikaya jenis Pineapple dengan San Pablo. Srikaya Pineapple memiliki tampilan kulit luar yang menyerupai buah nenas dengan rasa yang sangat manis, jumlah biji sedikit dengan warna daging yang berisi semburat berwarna kuning. Sedangkan San Publo adalah salah satu varian jenis Mulwo (annona reticulata), warna buahnya merah mencolok dengan kulit yang halus tetapi rasanya tidak begitu manis. Keduannya disilang dengan harapan akan mendapatkan varitas tanaman baru dengan rasa manis dari Pineapple dengan kulit yang lebih halus dan berwarna merah seperti San Publo.
“Untuk mendapatkan hasil diinginkan kita harus menyilangkan banyak buah,” ungkap Supala. Membutuhkan waktu sepuluh bulan untuk membesarkan jenis Pineapple sebelum siap disilangkan dengan San Publo. Tiga sampai empat bulan sejak disilangkan menunggu berbuah dan akhirnya mendapatkan bibit hasil persilangan, sekitar tiga tahun lebih menunggu bibit baru berbuah dan diseleksi mana yang paling potensial dari tampilan dan rasa, dari seleksi itu munculah jenis Surix dan Nona Sri. Dari segi tampilan keduannya mirip dengan warna merah hanya saja Nona Sri lebih besar dan kulit buahnya yang halus, ”Warna merah dan kulitnya yang halus dari Sun Publo, sedangkan dari tampilan titik-titik di kulit, rasa manis dan jumlah biji yang sedikit dari jenis srikaya pineapple,” katanya. Tetapi proses ini belum selesai, dia masih harus menunggu tiga tahun lamanya untuk memperbanyak bibit hasil seleksi tersebut. Dan Made Supala menpercayakan kepada beberapa petani Singaraja untuk melakukan perbanyakan tanpa satupun catatan yang mengarah kepadanya atas hasil eksperimen yang dilakukannya.
Bersamaan dengan itu Made Supala memutuskan untuk pensiun dini sebagai seorang PNS agar dapat berkonsentrasi bekerja sebagai seorang breeder / pemulia tanaman. Atas saran dari temannya dia memutyuskan untuk mengembangkan nurserynya dan membuka outlet penjualan bibit di Denpasar, Bali sekaligus sebagai tempat penyimpanan bibit hasil hobinya melakukan eksperimen di kebun miliknya. Dari nursery di Denpasar sedikitnya 5000 bibit telah terjual setiap tahunnya, sedangkan untuk menunjang kehidupan sehari-hari istrinya Made Supala sejak tahun 2006 menjual dodol yang merupakan salah satu makanan tradisional Bali.
Selain Srikaya dia juga melakukan persilangan pada buah sirsak, jambu, jeruk dan tanaman buah lainnya. Salah satu eksperimen yang sedang dilakukannya adalah menyilangkan Jeruk Taiwan dengan jeruk lokal, “Jeruk asal Taiwan lebih manis tetapi yang local lebih tahan penyakit,” katanya. Namun yang menjadi kesukaannya adalah srikaya, hal ini terlihat dari banyaknya varietas srikaya yang berbeda yang ditanam di kebunnya, salah satunya adalah srikaya bima dari Sumbawa, jenis ini sangat cepat berbuah dengan jumlah biji yang sangat banyak. Sekarang dia menyilangkan jenis ini ke semua jenis srikaya yang dimilikinya.
Artikel ini merupakan hasil translate Majalah Tempo Versi Inggris tanpa mengurangi makna dan isinya. Artikel sebelumnya Agronomi Amatir ; Berburu Varietas Unggul Baru dan berikutnya akan bersambung ke artikel dengan judul Agronomi Amatir III: Ironi Seorang Breeder, sumber Buah Unggul