Select Menu
Buah Unggul
Diberdayakan oleh Blogger.

Buleleng

Bali

Teknologi

Lifestyle

Nasional

Videos

» » » Warga Bali Desak Penghapusan Pajak BBM 10%
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

LokalZone - Premium di Bali dikenakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen, yang menyebabkan harga premium  mencapai Rp 7.950 per liter. Pengenaan pajak ini jelas memberatkan konsumen, sebab pemerintah pusat sudah menurunkan harga BBM untuk jenis premium menjadi Rp 7.600 per liter.

"Kami minta Gubernur Bali dan DPRD Bali untuk merevisi PBBKB karena memberatkan masyarakat bawah. Kami heran kenapa Bali menerapkan pajak 10 persen terkait PBBKB. Di Jawa saja pajaknya 5 persen," ujar salah seorang warga Putu Widiari kepada SP.

Hal senada juga dikatakan seorang guru, Made Dita. "Pemprov Bali memasang pajak hingga 10 hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Seharusnya, penerapan pajak itu, realistis. Di Jawa saja 5 persen, Bali kenapa beda sampai 10 persen. Apa semua masyarakat Bali kaya. Kan ada juga yang pendapatannya pas-pasan,” katanya.

Pengenaan PBBKB sebesar 10 persen tersebut, ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 dan Peraturan Daerah tentang  Retribusi dan Pajak. Hal ini diungkapkan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika saat acara Podium Bali Bebas Bicara di Renon, Denpasar.

“Kalau kita mau mengubah pajak  itu ya harus dirubah (direvisi) lagi Perdanya, turunkan lagi (besaran pajak) tidak apa-apa, tetapi potensi pendapatan daerah turun,” ungkapnya

Ia menjelaskan, hal tersebut harus dirundingkan lagi antara pemerintah dengan wakil rakyat di DPRD, karena baik besaran pajak dan pendapatan daerah (APBD) disusun bersama kedua lembaga itu. Pastika mengaku mendengarkan setiap aspirasi masyarakat terkait pengenaan PBBKB lebih tinggi dari beberapa daerah lain di Indonesia itu, namun ia mengingatkan bahwa jika pajak diturunkan, potensi penurunan pendapatan daerah juga signifikan, yang berimplikasi terhadap pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat umumnya.

“Kami dengar kalau ada begitu (keluhan masyarakat, Red). Kita rundingkan lagi dengan DPRD. Kalau dikurangi (besaran pajak, Red), APBD akan berkurang. Kalau APBD provinsi berkurang, maka APBD kabupaten/kota juga berkurang karena itu (anggaran) dibagi. Akibatnya begitu,” kata Pastika.

Dijelaskan Pastika, pendapatan dari pajak tersebut, sudah masuk rencana pendapatan yang dibahas jauh-jauh hari sebelum ditetapkan untuk tahun berikutnya bersama dengan pemerintah dan DPRD.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali, Wayan Suarjana menambahkan, selain Bali, beberapa daerah lain juga menerapkan pajak BBM sebesar 10 persen, seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau. Sedangkan daerah lain di luar lima provinsi itu menerapkan lima persen PBBKB.

Ia menambahkan, sebagian besar pendapatan di Pemerintah Provinsi Bali berasal dari pemasukan pajak, karena memang Pulau Dewata tidak memiliki potensi sumber daya alam yang besar, seperti pertambangan dan batu bara. Pajak tersebut, yakni pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.

Sedangkan pajak dari sektor pariwisata dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. “Bali ini masih membutuhkan perbaikan karena pendapatan itu digunakan untuk pembangunan, baik infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan,” katanya. (beritasatu)


«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama