Lokalzone - Hati-hatilah membuat status atau komentar di Facebook (FB). Seperti
yang dialami seorang guru SD di Sukasada, Buleleng, Bali, Johan. Ia
harus mendekam 1 bulan di penjara lantaran berkomentar di FB mengandung
penghinaan.
Joha sempat dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, namun
dihukum oleh MA gara-gara menulis komentar di FB yang bernada penghinaan
tersebut. Kasus bermula saat Maria Goreti Delorita menulis status di
wall Facebook miliknya pada 6 September 2010. Lantas, lelaki bernama
lengkap Herrybertus Johan Julius Calame menulis komentar di wall
Facebook itu dengan menyebut pihak ketiga yaitu Antonius Sanjaya
Kiabeni.
Dalam komentarnya, Johan menyebut Anton sebagai 'manusia berkepala
dua'. Merasa terhina, Anton lalu melaporkan ke Polres Buleleng pada 21
September 2010. Sebagai bukti bahwa dirinya berkelakuan baik dan tidak
pernah membuat masalah, Anton meminta pengantar dari Kelurahan Kampung
Baru tempat ia tinggal.
Atas kejadian itu, Johan pun harus berurusan dengan pengadilan. Jaksa
penuntut umum (JPU) lalu menuntut Johan dihukum selama 2 bulan penjara
karena melanggar pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada 29 September 2011,
Pengadilan Negeri (PN) Singaraja mengabulkan dan menjatuhkan hukuman 1
bulan penjara kepada Johan.
Vonis itu lalu dianulir oleh Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar pada 13
Januari 2012 dengan membebaskan Johan. Atas vonis itu, jaksa pun kasasi
dan dikabulkan.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah
bersalah melakukan tindak pidana 'dengan sengaja tanpa hak mengakses
informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan'. Menjatuhkan
pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 1
bulan," putus majelis kasasi sebagaimana dilansir website MA, Senin 6
Oktober 2014.
Duduk sebagai ketua majelis Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof
Dr Surya Jaya dan Sri Murwahyuni. Mereka bertiga memberikan 5 alasan
mengapa Johan dihukum 1 bulan penjara. Antara lain tulisan komentar
Johan tidak bertujuan membela diri atau membela kepentingan umum. Selain
itu, komentar di FB juga tidak dikenakan delik pers karena komentar
tidak melalui wartawan atau redaksi.
"Untuk membuktikan suatu penghinaan, tidak disyaratkan bahwa korban
adalah orang yang benar-benar dapat dipercaya. Hal yang harus dibuktikan
adalah apakah korban merasa terhinakan atau malu, sakit hati atau nama
baiknya dirusak atau dicemarkan," ujar majelis dalam vonis yang diketok
pada 12 September 2013 silam. (detik)