Lokalzone - Mentri pertanian yang baru sangat mengharapkan ketersediaan bibit varitas unggul untuk meningkatkan produksi pertanian/pangan di Indonesia. Sedangkan sementara ini produksi bibit unggul masih dimonopoli oleh perusahaan komersil dan lembaga penelitian Negara. Petani yang paling mengetahui varietas mana yang paling cocok dengan kondisi tanah mereka selama ini hanya bisa menerima apa yang disediakan, tanpa bisa mengembangkan bibit unggul sendiri walau mereka mampu melakukankannya, dengan modal terbatas. Beberapa pemulia tanaman secara mandiri telah mengambil inisiatif untuk meningkatkan genetika tanaman pangan dengan teknologi sederhana tanpa subsidi dari pemerintah. Berikut laporan majalah Tempo edisi bahasa inggris dari Bali dan Sulawesi Selatan.
Buah Srikaya Sempurna
PNS asal Buleleng, Bali belajar secara otodidak cara menyilangkan bibit unggul. Kini namanya sudah dikenal tidak hanya di Bali tetapi juga di Pulau Jawa.
Terdapat buah Srikaya yang tidak biasa bergelantung pada sebuah pohon buah unggul di sebuah nursery yang terletak di Kota Singaraja, Bali. Kulitnya berwarna merah kegelapan, tidak berwarna hijau sebagaimana warna buah srikaya (annona squamosa) asli asal Indonesia, beberapa bahkan tidak memiliki benjolan. Sebaliknya permukaanya sangat halus dengan beberapa titik kecil. Ketika dibuka, daging buah hampir sama dengan buah srikaya umumnya, berwarna putih. Rasanya sangat manis dan lembut seperti es krim.
Dilihat dari ukuran buah ini tergolong besar, hanya dengan dua atau tiga buah saja beratnya mencapai satu kilo gram. Pada srikaya biasa jumlah bijinya bisa mencapai 90 atau 100 butir namun srikaya dari Nursery ini justru sangat sedikit, tidak hanya itu daya simpannya pun bias mencapai seminggu sedangkan buah srikaya umumnya hanya bertahan tiga hari.
Dengan kelebihan ini Srikaya Nona Sri menjadi incaran para kolektor buah di Bali dan pulau Jawa. Mujib Bambang Suroso (50), pemilik Sari Puspa Nursery di Kudus, Jawa Tengah mengatakan Nonasri menjadi produk terlarisnya sejak mulai dijual olehnya. “Dalam satu bulan kita bias menjual 25 bibit,” katanya.
Sebuah Perusahaan Internasional yang bergerak di bidang retail buah-buahan juga sempat menawarkan kerjasama. “Mereka bilang akan mengambil sebanyak dan seharga berapapun,” ungkap Made Supala (59), yang merupakan pemilik tanaman Srikaya yang dijual di Nursery milik Mujib Bambang Suroso. Namun saat itu dia menolak permintaan tersebut, “saat itu saya masih melakukan pengembangan untuk mendapatkan varitas baru lainnya.”
Made supala memang dikenal sebagai seorang pemulia (breeder) tanaman buah, sebuah profesi yang sangat langka di Indonesia. Sedikitnya dia telah mengembangkan enam varietas baru buah srikaya, sirsak dan jambu biji. Prof. Made Sri Prana, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bergerak di bidang penelitian bioteknologi mengatakan sangat sulit menemukan seorang yang bekerja sebagai breeder di Indonesia karena butuh waktu yang sangat lama untuk membuahkan hasil. “Made Supala tergolong orang yang tekun, walau banyak rintangan dia tetap bertahan,” kata Made Sri Prana, yang telah mengenal petani dari Buleleng, Bali ini cukup lama.
Made Supala mungkin satu-satunya pemulia tanaman buah srikaya yang ada saat ini. “Saya sempat meminta dia untuk menulis sebuah buku supaya kita semua bisa mengetahui dan belajar apa saja yang telah diketahuinya dari pengalaman-pengalamannya selama menjadi pemulia tanaman,” kata Mujib yang telah mengelola nursery selama 30 tahun lamanya. Pusat penelitian biasanya melakukan experiment terhadap tanaman musiman karena periode lebih cepat, menyilangkan buah sumangka contohnya, hanya butuh enam bulan untuk melihat hasilnya. Hal ini sangat kontras jika membandingkan dengan usaha Made Supala yang membutuhkan waktu delapan tahun untuk menghasilkan satu varietas baru tanaman srikaya.
Selanjutnya bersambung ke Agronomi Amatir II, Sumber Buah Unggul.