Lokalzone - Hari ini Bali diagungkan
sebagai daerah destinasi pariwisata. Pariwisata seolah dikatakan
sebagai tujuan dari pembangunan sektor perekonomian. Namun tidak halnya
seperti di Desa Munduk, Buleleng.
Jro Putu Ardana, Bendesa Adat Munduk menegaskan bahwa Pariwisata bagi
masyarakat di desanya bukan tujuan melainkan hanya bonus dari perilaku
sehari-hari. "Perilaku utama kami ya bertani. Kami bertani bagus dan
baik, mengembangkan pertanian organik, dan hidup bersih, ya pariwisata
akan datang," tuturnya pada suksesinews.com, akhir pekan lalu di sela
acara Indonesian Poverty and Empowerment Conference (IPEC) 2014.
Daerah munduk terdapat didaerah pegunungan yang termasuk daerah hulu
Danau Buyan dan Tamblingan merupakan daerah mata air yang termasuk dalam
daerah ini. "Desa kami terberkati dan memiliki tanggung jawab yang
besar. Kami harus menjaga hutan dan menjaga air. Dengan menjaga itu
seperti biasa, otomatis dampaknya juga ke pariwisata," tegasnya.
Desa Munduk terkenal akan pemandangan alamnya yang sangat memukau. Ini
menjadi salah satu daya tarik datangnya wisatawan. Namun, selaku kepala
desa adat, Putu Ardana mengaku tidak ingin ada investor besar membuat
hotel mewah didaerahnya. "Kalau nanti ada investor bikin hotel disini
saya akan mati-matian melarang. Biarlah berkembang homestay milik
masyarakat meski kecil-kecilan, tapi memberikan banyak masnfaat bagi
masyarakat dan desa kami," tegasnya.
Putu Ardana juga mengaku sangat miris dan khawatir dengan pariwisata
yang terlalu diagungkan. Karena itu dinilai akan menjadi racun bagi
masyarakat untuk berhenti berprilaku seperti biasa. "Konsep pariwisata
kami seperti itu. Tanpa harus menghilangkan kebiasaan dan potensi lokal
kami tapi bisa berkembang. Kami tidak ngiler dengan pariwisata
Konfensional yang di Bali Selatan,"
Perilaku masyarakat Desa Munduk juga dituturkannya sangat jauh berbeda
dengan kawasan pariwisata lainnya. Di kawasan lain, tentu pelaku wisata
mengejar-ngejar wisatawan dan dipaksa membeli produk. Hal itu tidak
terjadi di Desa ini. "Masyarakat kita cuek, gak sampai maksa-maksa. Tapi
ketika ditanya walaupun gak bisa bahasa inggris pasti tetep mau
membantu. Jadi tamu kan nyaman kalau kayak gini," tuturnya.
Kendati pariwisata berkembang baik di Desa ini, Ardana menuturkan masih
banyak mendapat kendala dalam pengembangan pariwisata. Pola pikir
masyarakat agraris dan pariwisata yang sangat bertolak belakang.
"Tipikal petani itu sabar dan menghargai proses, sedangkan pariwisata
instan. Ini jelas membuat pemahaman yang beda," imbuhnya. Ia melanjutkan
kendala sampah masih menjadi kendala dan sedang dicoba ditangguli
bersama masyarakat.Kendala selanjutnya adalah menyadarkan masyarakat
bahwa multiplayer efek dari pariwisata akan berdampak pada semua sektor
meskipun ada yglangsung dan tidak langsung.
Ia juga berharap bantuan pemerintah terhadap Desa ini terus ada. Selain
itu kepada pemerintah agar jangan terlalu menganggap pariwisata sebagai
sumber PAD. "Pemerintah kan ingin mensejahterakan masyarakat, tapi
disini ketika ada usaha masyarakat yang baru saja dibangun sudah
dikejar-kejar pajaknya. Kenapa tidak dibiarkan dulu berkembang setelah
beberapa bulan baru dikejar-kejar," celetuknya. "Masyarakat kalau
sejahtera kan tujuan pemerintah tercapai. Jangalah dikejar pajaknya
seperti pemodal-pemodal besar. Harusnya ada perlakuan khusus bagi
masyarakat yang ingin berkembang," lanjutnya.