Lokalzone - Meski dugaan sejumlah orang terhadap kandungan lilin pada mi instan
telah terbantahkan oleh pendapat beberapa ahli gizi, namun sejumlah
studi tetap menyebutkan bahwa terlalu banyak konsumsi mi instan tetap
tidak baik.
Seperti dikutip Womenshealthmag, Jumat (5/12/2014) kebiasaan
mengonsumsi mi instan memang tidak bisa dihindari mengingat makanan ini
termasuk mudah ditemukan dan murah. Tapi sayangnya, kebiasaan buruk ini
ternyata menyimpan konsekuensi berbahaya bila berlebihan.
Sebuah studi diterbitkan dalam The Journal of Nutrition ini salah satunya yang menunjukkan bahwa konsumsi mie instan walaupun dimasak dua kali, dengan proses perebusan atau pemanasan menggunakan microwave sama-sama meningkatkan risiko sindrom kardiometabolik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung, diabetes, atau stroke.
"Kami menemukan bahwa mengonsumsi mi instan setidaknya dua kali seminggu terkait dengan 68 persen risiko tinggi sindrom metabolik khususnya di kalangan perempuan," ujar peneliti.
Para peneliti berpikir, peningkatan risiko ini kemungkinan karena mi instan mengandung kalori tinggi, karbohidrat olahan, lemak jenuh, dan kandungan natrium yang tinggi. "Perempuan mungkin rentan terhadap efek kesehatan negatif karena hormon estrogen mempengaruhi metabolik mereka. Misalnya, kimia Bisphenol A (BPA) yang ditemukan dalam wadah styrofoam sering digunakan untuk paket mie instan, dapat mengirimkan sinyal buruk pada estrogen," jelas peneliti.
Bagaimanapun, menurut peneliti, penelitian ini masih memiliki keterbatasan karena hanya menggunakan data gizi orang Korea Selatan yang sering mengonsumsi mi instan. "Sebenarnya bukan hanya mi instan, semua makanan kemasan sebenarnya perlu menjadi perhatian bila dikonsumsi berlebihan."
Sebuah studi diterbitkan dalam The Journal of Nutrition ini salah satunya yang menunjukkan bahwa konsumsi mie instan walaupun dimasak dua kali, dengan proses perebusan atau pemanasan menggunakan microwave sama-sama meningkatkan risiko sindrom kardiometabolik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung, diabetes, atau stroke.
"Kami menemukan bahwa mengonsumsi mi instan setidaknya dua kali seminggu terkait dengan 68 persen risiko tinggi sindrom metabolik khususnya di kalangan perempuan," ujar peneliti.
Para peneliti berpikir, peningkatan risiko ini kemungkinan karena mi instan mengandung kalori tinggi, karbohidrat olahan, lemak jenuh, dan kandungan natrium yang tinggi. "Perempuan mungkin rentan terhadap efek kesehatan negatif karena hormon estrogen mempengaruhi metabolik mereka. Misalnya, kimia Bisphenol A (BPA) yang ditemukan dalam wadah styrofoam sering digunakan untuk paket mie instan, dapat mengirimkan sinyal buruk pada estrogen," jelas peneliti.
Bagaimanapun, menurut peneliti, penelitian ini masih memiliki keterbatasan karena hanya menggunakan data gizi orang Korea Selatan yang sering mengonsumsi mi instan. "Sebenarnya bukan hanya mi instan, semua makanan kemasan sebenarnya perlu menjadi perhatian bila dikonsumsi berlebihan."