Lokalzone - Muntaka, pria berumur 21 tahun kelahiran Indramayu menceritakan kisahnya dalam video singkat berdurasi 3 menit berjudul A Scavenger Journey to University.
Dalam video tersebut, dia menceritakan kisahnya pindah dari Indramayu
ke Jakarta dan ikut bekerja sebagai pemulung bersama ayah ibunya.
Ketika dia sedang memulung, secara tidak sengaja melihat pengumuman mengenai sebuah rumah belajar bernama Rumah Mekanik. Muntaka tertarik dan mendatangi langsung rumah belajar tersebut.
Dia kemudian bergabung masuk menjadi salah satu murid di Rumah Mekanik
tersebut. Dikisahkan pada pagi hari Muntaka memulung, dan siang hari
dia belajar di rumah belajar tersebut. Kerja keras dan kegigihan Muntaka
tidak sia-sia. Ia berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik, dan
sekarang sedang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, yakni
universitas.
Di akhir video, Muntaka
mengingatkan untuk semua orang yang memiliki mimpi agar tidak mudah
menyerah dan terus berusaha. Dia pun mengucapkan terimakasih kepada
Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) pemilik dari Rumah Mekanik.
YCAB memiliki banyak program yang membantu mewujudkan mimpi anak-anak yang kurang mampu, salah satunya dari Rumah Mekanik. Veronica Colondam, CEO sekaligus founder dari YCAB merupakan sosok yang memiliki andil besar dalam program yayasan tersebut.
YCAB merupakan yayasan sosial non-profit yang berkecimpung di bidang kesehatan dan pendidikan yang memiliki tiga pilar yakni Healthy Lifestyle Promotion (HeLP), House of Learning and Development (HoLD) dan Hands-on Operation for Entrepreneurship (HopE). Tidak hanya itu, YCAB merupakan hasil dari perjalanan spritual seorang Veronica Colondam.
“Saya berumur 26 tahun saat itu, dan tiba-tiba seperti ada yang memukul saya,” tutur Veronica.
Dalam
umur 26 tahun itu, Veronica yang akrab dipanggil Vera ini mulai
mempertanyakan bagaimana cara dia dalam memaknai hidup. Apa yang harus
dia lakukan? Itulah yang menuntunnya mendirikan YCAB di tahun 1999.
Menurutnya,
berkecimpung dalam dunia sosial seperti sekarang ini merupakan
panggilan hidupnya. Dia menceritakan bahwa semua orang akan masuk ke
dalam fase pertanyaan apa yang sudah dia lakukan selama hidupnya untuk
orang lain. Dia ingin melakukan sesuatu hal yang tidak hanya berdampak
bagi dirinya, namun tentunya berdampak positif untuk orang banyak.
Ibu
tiga anak ini, menjelaskan bahwa kebanyakan orang akan mengalami
pertanyaan seperti itu dalam hidupnya. Namun tentunya datang di umur
yang berbeda-beda, untuknya kebetulan datang di umur 26 tahun, dimana
dia merasa masih memiliki tenaga untuk melakukan banyak hal.
Vera
menyebutkan ini merupakan aktualisasi diri. Semua orang memilikinya dan
menanggapi hal ini dengan respon yang berbeda-beda, jelasnya. Ada yang
menanggapinya dengan langsung berbuat sesuatu yang besar untuk orang
banyak.
Ada yang hanya bertanya apa
yang harus dilakukan tanpa berbuat apa-apa. Adapula yang memberikan
jawaban dengan memberikan beberapa materi dan menganggap sudah cukup dan
selesai.
Vera tidak menyalahkan cara
orang-orang ini tentunya, karena mereka semua punya cara masing-masing
ketika dihadapkan dengan sebuah pertanyaan hidup. Sedangkan dia sendiri
merasa harus terjun langsung ikut dalam melakukan sesuatu.
Dia
memandang hal ini berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan orang
masing-masing. Dalam membantu orang dalam kegiatan yayasan pun, dia
merasa harus mengetahui jelas apa yang dibutuhkan orang tersebut. Tidak
bisa hanya dengan gambaran pribadi mengenai apa yang dibutuhkan banyak
orang.
“Orang-orang yang tinggal di
pinggir rel ketika kita melihat rumahnya, kita merasa kasian dan sedih.
Tapi ketika ditanya langsung kepada mereka, mereka menjawab bahagia dan
tidak mau pindah. Beberapa diantaranya bahkan sudah tinggal 2-3 generasi
di situ,” tutur Veronica saat ditemui di kantornya di daerah Jakarta
Barat.
Itulah mengapa dia menjelaskan
perlunya mengetahui betul apa yang dibutuhkan seseorang, bukan hanya
sebuah perkiraan saja. Mungkin hal ini juga bisa diterapkan oleh para
pemimpin nantinya. Agar memperhatikan apa kebutuhan masyarakatnya dengan
jelas, bukan hanya memperkirakan.
Berbicara
mengenai Jakarta, Veronica menceritakan banyak hal yang harus diubah
dari Jakarta, kota tempat dia tumbuh dewasa. Namun adapula yang sudah
lekat dengan keadaan Jakarta yang tidak mungkin diubah, misalnya udara
panas Jakarta.
Dia menceritakan
karena Jakarta yang panas, sehingga membuat dia dan keluarga jika
berlibur berusaha mencari kota yang dingin. Salah satunya adalah
Inggris. Negara ini bukan menjadi destinasi favorit ketika berlibur
namun karena familiar dengan negara tersebut, hingga akhirnya sering
kembali ke sana lagi.
Namun,
bagaimana pun keadaan Jakarta, Veronica beranggapan hal tersebut sudah
menjadi satu paket yang tidak terpisahkan, dan tentunya tidak mudah
untuk mengubahnya. Jakarta dengan udaranya yang panas, banjir dan macet.
Tidak
hanya ketiga hal itu saja, kesejahteraan saat ini menjadi masalah utama
yang harus diperhatikan. Menurutnya kesejahteraan menjadi ujung pangkal
sebuah siklus yang harus diperbaiki. Tidak hanya masalah pendidikan
saja.
“Kita tidak dapat menyelesaikan
sebuah masalah dengan melihat hanya kepada masalah itu sendiri. Kita
menjadi terisolasi masalah itu sendiri. Misalnya masalah kemiskinan,
kita tidak bisa menyelesaikan masalah kemiskinan hanya dengan pendidikan
saja,” cerita Veronica.
Pendidikan
tentunya menjadi aspek yang penting, namun permasalahan tidak berhenti
saat orang mendapatkan pendidikan saja. Pendidikan itu tidak akan cukup
kalau tidak disertai dengan pekerjaan yang memadai.
Menjadi
permasalah disini adalah kemiskinan kesempatan bagi anak-anak yang
kurang mampu. Jika anak tersebut tidak diberikan kesempatan untuk
mengenyam pendidikan, bagaimana anak tersebut memiliki wawasan.
Sedangkan wawasan sendiri merupakan akar dari sebuah mimpi, mimpi
menjadi acuan apa yang akan anak tersebut capai. Ini menjadikannya
menjadi sebuah satu kesatuan.
Namun hal tersebut tidak lantas membuat seseorang menjadi sejahtera.
“Untuk
kesejahteraan dia harus sehat, setelah sehat dia harus memiliki
pendidikan, setelah pendidikan dia harus memiliki kesempatan, setelah
itu dia harus memiliki kemampuan ekonomi untuk keluarganya agar menjadi
sejahtera. Ini merupakan siklus, yang tentunya di setiap siklusnya
memiliki seni yang tersendiri,” tutur Veronica.
Semua
siklus ini tentunya dibutuhkan keikhlasan dalam bekerja, karena dengan
keikhlasan Veronica beranggapan dunia bisa menjadi tempat yang lebih
nyaman. Terutama di bidang yayasan sosial, keikhlasan menjadi salah satu
aspek yang penting.