![]() |
(Gambar Ilustrasi) |
”Apa yang dilakukan FMS, sudah tidak
lagi sesuai komitmen awal,” kata salah seorang nasabah FMS berinisial
RA, ketika dihubungi Bali Tribune di Denpasar, Senin (10/9).
Ia mengaku sudah menyetorkan dana
sebesar Rp40 juta sebagai dana penyertaan investasi di FMS. Dengan dana
sebesar itu, RA dijanjikan bahwa uangnya akan membiak menjadi Rp60 juta
pada periode pertama. ”Sudah beberapa kali saya dijanjikan mendapatkan
hasil dari investasi tersebut. Namun sampai sekarang tidak kunjung
terealisasi,” kata RA, yang juga kader salah satu partai politik.
Terakhir, RA dijanjikan mendapatkan uang dari investasinya pada tanggal 15 Agustus lalu. Sayangnya hingga kini ia hanya mendapatkan janji-janji manis. ”Ini sudah hampir lima bulan, tapi FMS hanya janji-janji saja. Katanya kemarin setelah diaudit, itu akan direalisasikan. Tetapi kenyataannya setelah dilakukan audit tanggal 25 Agustus, FMS juga belum mencairkan kompensasi dari investasi yang kami sertakan,” jelasnya.
Yang membuat RA kian kecewa, tidak ada
itikad baik dari FMS menginformasikan ketidakjelasan pencairan
kompensasi tersebut. ”Setelah mereka janjikan, namun mereka sendiri yang
membatalkan, justru tidak ada informasi sama sekali kepada kami,” tegas
RA.
Meski kecewa, RA belum berencana
mengadukan masalah kepada aparat kepolisian atau DPRD Bali. Ia masih
menunggu komitmen manajemen FMS sebagaimana dijanjikan. Sebab dengan
menyetorkan dana Rp40 juta, uangnya akan membiak menjadi Rp60 juta
dipotong 10 persen fee konsultan. ”Artinya, saya hanya mendapat sekitar
Rp54juta, karena Rp6 juta untuk fee konsultan. Saya belum mau mengadu,
masih tunggu komitmen FMS,” tandas RA.
Hal senada juga menimpa MS. Kontraktor
yang tinggal di wilayah Denpasar ini mengaku menanam uang Rp 25 juta
sebagai investasi. Langkah itu dilakukannya pada 20 Februari 2012 lalu.
“Janjinya tiap 35 hari bakal dapat fee. Nyatanya sampai sekarang belum dapat juga,” ungkapnya melalui sambungan telpon.
Dari nominal Rp 25 juta itu, dirinya
dijanjikan mendapat komisi sebesar Rp 6 juta. Sialnya, meskipun telah
beberapa kali ditagih, PT FMS belum juga mencairkan keuntungan tersebut.
“Investasi ini atasnama cucu saya yang berinisial DS,” terangnya.
Dia mengaku menambahkan investasi ke PT
FMS senilai Rp 10 juta. Tambahan modal itu menggunakan namanya sendiri
selaku pengusaha jasa kontruksi. Dari jumlah itu, dirinya mendapat fee senilai
Rp 2 juta. “Khusus komisi ini sudah cair, tapi hanya sekali itu saja.
Sedangkan yang dua puluh lima juta belum sama sekali,” tambahnya.
Meski merasa dirugikan, MS mengaku masih
pikir-pikir untuk mengadukan PT FMS ke polisi. Alasannya, dia takut
uangnya yang Rp25 juta tidak bisa ditarik. “Jangan dulu mas, nanti kami
renungkan lagi. Sebab uang saya masih di situ,” dalihnya.
Namun, rencana membawa kasus ini ke
ranah hukum tidaklah tertutup. Dia akan melakukan penjajakan dengan
sejumlah anggota FMS lain yang telah menjadi korban. “Nanti kalau kami
siap untuk melaporkan ke polisi tak hubungi,” janjinya kepada Koran ini
seraya menutup pesawat telponnya.
Panggil
Secara terpisah Ketua Komisi I DPRD Bali
Made Arjaya, menegaskan, pihaknya akan segera memanggil manajemen PT
FMS dalam waktu dekat. ”Selain FMS, kami juga akan undang auditor yang
telah melakukan audit. Kami ingin tahu hasil auditnya seperti apa.
Apapun hasil auditnya, kami akan tetap cek kebenarannya,” ujar politisi
PDIP asal Sanur ini.
Menyinggung dugaan tipu muslihat FMS
dalam audit ini sehingga neraca keuangan menjadi seimbang, Arjaya
mengaku, pihaknya tidak akan langsung mempercayai itu. ”Audit itu kan
tidak hanya sebatas angka-angka sehingga menjadi balance. Neraca yang
seimbang itu juga tetap akan kami pertanyakan. Terutama mengenai
sumber-sumber uangnya. Kalau hanya sekedar memutar uang dari nasabah,
ujung-ujungnya pasti tetap bangkrut,” tutur Arjaya.
Dewan, pada prinsipnya tidak
menghendaki di kemudian hari masyarakat yang kembali dikorbankan. ”Kami
akan hati-hati sekali dalam melihat FMS ini. Apalagi memori kita juga
masih terngiang dengan kasus Balicon dan KKM (Koperasi Karangasem
Membangun),” beber mantan Ketua Pansus KKM dan Balicon DPRD Bali ini.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) Bali, I Nyoman Suwidjana, SE, MA, SH, MH
menenggarai jika praktek konsultan oleh PT Futurindo Multi Sejahtera
(FMS) melanggar aturan. Lantaran itu, YLKI Bali meminta agar pemerintah
segera turun tangan mengantisipasi dampak kerugian bagi masyarakat.
Menurut Suwidjana, sebagai perusahaan,
PT FMS legal adanya, hanya saja praktek konsultan yang dijalankan oleh
perusahaan yang beralamat di Jalan Raya Sesetan Denpasar itu menyalahi
aturan dimana Ijinya adalah perusahaan perdagangan kecil dan menengah
dibidang jasa konsultan, tetapi prakteknya menyalurkan bantuan modal
usaha bagi masyarakat. “Ya jelas melanggar aturan sebab PT FMS bukan
lembaga keuangan,” tegasnya.
Suwidjana juga mensinyalir jika fee
konsultan sebesar 15 % dibayar di muka merupakan bentuk lain dari sistem
deposito. Dimana, PT FMS akan menyalurkan bantuan modal asalkan
konsumen menitipkan fee konsultan sebesar 15 % lebih dahulu artinya PT
FMS melakukan penarikan deposito lebih dahulu yang diistilahkan sebagai
fee konsultan. “Ini berarti ada proses perbankan yang dilakukan oleh PT
FMS dan itu berarti melanggar aturan, sebab sebagai perusahan konsultan,
PT FMS tidak boleh mengeluarkan bantuan modal,” tegasnya. (balitribune)