![]() |
(Gambar Ilustrasi) |
Lokalzone - Meski belum ada pengumuman resmi, namun rencana pembangunan bandara bertaraf internasional di Buleleng diduga
batal. Hal itu diungkapkan salah satu sumber media ini. Menurutnya
keputusan pembatalan pemerintah untuk membangun bandara internasional di
Buleleng tinggal menunggu waktu di umumkan oleh pemerintah. ”Pengumuman
hanya soal timing (waktu) dalam waktu dekat pemerintah pasti akan
mengumumkan pembatalan itu,” terang sumber tersebut.
Sementara
itu pada sisi lain bergulirnya rencana bandara Internasional di Bali
Utara yang dimulai sejak beberapa tahun lalu memicu terjadinya
peningkatan transaksi tanah. Hal itu dibuktikan dari terlampauinya
target pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Kabupaten Buleleng. Prosentase angka capaian Pajak BPHTB di Dinas
Pendapatan Daearah (Dispenda) Kabupaten Buleleng tercatat 14 persen
lebih yakni sebesar Rp 11,65 milyar lebih.
Kepala
Dispenda Buleleng Ida Bagus Puja Erawan tidak menampik target capaian
pajak BPHTB terlampaui karena adanya isu bandara. Katanya, transaksi
tanah dalam beberapa tahun belakangan grafiknya terus mengalami
kenaikan dan merata di seluruh wilayah Buleleng. Ini dimaklumi karena
isu bandara sangat menyedot perhatian semua pihak baik kalangan investor
maupun spekulan.”Memang isu bandara cukup memberi kontribusi atas
peningkatan pemasukan pajak BPHTB,”jelas Puja Erawan kemarin Kamis
(10/10).
Apalagi
katanya, ketika wacana keberadaan bandar itu di seret-seret ke Buleleng
barat maupun timur.”Ketika diseret-seret oleh isu ini (bandara,red)
kemudian yang memancing spkeluan tanah bermain sehingga ujungnya ya
peningkatan transakasi itu,”imbuhnya.
Kendati
demikian, menurut Puja Erawan kenaikan pajak BPHTB itu tidak sepenuhnya
berasal dari transaksi tanah akibat isu bandara. Keberadaan pengembang
property cukup banyak juga memberikan andil atas naiknya pendapatan
daerah dari sektor pajak.”Pengaruh meningkatnya minat masyarakat
memiliki rumah ditangkap oleh pengembang property sehingga terjadi
banyak pembebasan tanah yang ujungnya ada transaksi tanah,”
ujarnya.
”Apalagi belakangan ini, besaran pembayaran pajak BPHTB lebih ditentukan oleh nilai transaksi tanah. Kalau sebelumnya besaran PHTB ditentukan sepihak, nah sekarang tidak lagi bisa seperti itu karena nilainya ditentukan secara proporsional berdasarkan nilai transaksi,” tandas Puja Erawan. (detikbali)
”Apalagi belakangan ini, besaran pembayaran pajak BPHTB lebih ditentukan oleh nilai transaksi tanah. Kalau sebelumnya besaran PHTB ditentukan sepihak, nah sekarang tidak lagi bisa seperti itu karena nilainya ditentukan secara proporsional berdasarkan nilai transaksi,” tandas Puja Erawan. (detikbali)