Bali, Lokalzone - Semenjak kasus menghebohkan Dimas Kanjeng Taat Pribadi (46) mencuat ke permukaan, sejumlah korban penipuan penggandaan uang dari pemimpin aliran spiritual itu satu per satu mulai terkuak.
Setelah ditelusuri, korban Dimas Kanjeng juga ada di Bali. Salah satunya Haji Mansyur (alm), warga Denpasar, yang sampai menggadaikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk deposito kepada Dimas Kanjeng.
Di Denpasar dikabarkan ada tiga warga menjadi korban jaringan Padepokan Kanjeng Dimas yang beralamat di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Ketiga warga Denpasar itu masing-masing berasal dari Kampung Jawa di Jalan Ahmad Yani, Denpasar Barat.
Tetangga korban, Haji Mahfud mengungkapkan ketiga tetangganya dulu sekitar tahun 2015 setor uang ke Padepokan Dimas Kanjeng yang ada di Jalan Cargo, Denpasar.
Yang miris, seorang korban di antaranya meninggal dunia lantaran kaget uang Rp 300 juta yang disetor tidak kembali.
"Satu korban meninggal, kaget uang Rp 300 juta ga kembali," ujar Haji Mahfud, Minggu (2/10/2016).
Disebutkan, dua korban lainnya sudah setor Rp 100 juta.
Meski dikembalikan namun jumlahnya tidak sama saat setor ke Dimas Kanjeng.
"Sekarang padepokannya sudah tutup. Orang yang mengurus itu juga sudah tidak ada," kata pria yang juga menjadi pengurus Ormas NU Bali ini.
Korban atau pengikut Dimas Kanjeng yang meninggal itu adalah Haji Mansyur, yang berpulang pada Juni 2016 lalu.
Pihak keluarga mengaku tidak mengetahui perihal uang yang disetorkan almarhum kepada Dimas Kanjeng.
“Tahunya dulu dia pernah ikut ke Madura. Sistemnya itu wiritan kayak istiqosah (dzikir). Awalnya pertama di situ. Terus berkelanjutan, sampai ke hal ini (setor uang). Memang tujuan awalnya wirit. Wirit-nya di sini sampai ke Probolinggo. Keluarga tidak pernah tahu kalau almarhum menyetorkan uang dalam jumlah besar ke sana. Apa yang dilakukan itu nggak pernah cerita, Cuma yang ditonjolkan itu wirit,” ucap Anto mengawali ceritanya, Minggu (2/10/2016).
Uang yang disetorkan itu bersumber dari uang hasil pinjaman.
Termasuk menggadaikan surat rumah keluarga sebagai jaminan untuk deposito kepada Dimas Kanjeng.
Surat rumah milik keluarga digadaikan di bank senilai kurang lebih Rp 230 juta pada tahun 2010.
Haji Mansyur menceritakan perihal digadaikannya surat rumah kepada sejumlah kenalannya, namun tak memberitahu kepada sang istri lantaran takut memicu pertengkaran.
Uang yang sejatinya digunakan untuk modal berdagang malah diberikan Dimas Kanjeng, lantaran iming-iming uangnya akan digandakan hingga jumlahnya menjadi berlipat-lipat.
Sebaliknya yang ada hanya utang. Besarnya jumlah utang yang diwariskan almarhum membuat keluarga yang ditinggalkannya terkejut sekaligus bersedih.
“Barang nggak ada malah ada utang. Kalau uang Rp 200 juta dibikin dagangan seisi rumah bisa penuh. Karena uang nggak masuk rumah berarti ya larinya ke sana. Bahkan rumah sempat mau dijual, tetapi alhamdulilah belum sempat terlaksana,” ujar Anto.
Almarhum Haji Mansyur, kata Anto, tidak gampang mengeluarkan uang untuk tujuan tidak jelas.
Oleh sebab itu, ia merasa heran almarhum bersedia merogoh kocek hingga berutang banyak hanya demi menyetorkan uang ke Dimas Kanjeng.
Setelah ditelusuri, korban Dimas Kanjeng juga ada di Bali. Salah satunya Haji Mansyur (alm), warga Denpasar, yang sampai menggadaikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk deposito kepada Dimas Kanjeng.
Di Denpasar dikabarkan ada tiga warga menjadi korban jaringan Padepokan Kanjeng Dimas yang beralamat di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Ketiga warga Denpasar itu masing-masing berasal dari Kampung Jawa di Jalan Ahmad Yani, Denpasar Barat.
Tetangga korban, Haji Mahfud mengungkapkan ketiga tetangganya dulu sekitar tahun 2015 setor uang ke Padepokan Dimas Kanjeng yang ada di Jalan Cargo, Denpasar.
Yang miris, seorang korban di antaranya meninggal dunia lantaran kaget uang Rp 300 juta yang disetor tidak kembali.
"Satu korban meninggal, kaget uang Rp 300 juta ga kembali," ujar Haji Mahfud, Minggu (2/10/2016).
Disebutkan, dua korban lainnya sudah setor Rp 100 juta.
Meski dikembalikan namun jumlahnya tidak sama saat setor ke Dimas Kanjeng.
"Sekarang padepokannya sudah tutup. Orang yang mengurus itu juga sudah tidak ada," kata pria yang juga menjadi pengurus Ormas NU Bali ini.
Korban atau pengikut Dimas Kanjeng yang meninggal itu adalah Haji Mansyur, yang berpulang pada Juni 2016 lalu.
Pihak keluarga mengaku tidak mengetahui perihal uang yang disetorkan almarhum kepada Dimas Kanjeng.
“Tahunya dulu dia pernah ikut ke Madura. Sistemnya itu wiritan kayak istiqosah (dzikir). Awalnya pertama di situ. Terus berkelanjutan, sampai ke hal ini (setor uang). Memang tujuan awalnya wirit. Wirit-nya di sini sampai ke Probolinggo. Keluarga tidak pernah tahu kalau almarhum menyetorkan uang dalam jumlah besar ke sana. Apa yang dilakukan itu nggak pernah cerita, Cuma yang ditonjolkan itu wirit,” ucap Anto mengawali ceritanya, Minggu (2/10/2016).
Uang yang disetorkan itu bersumber dari uang hasil pinjaman.
Termasuk menggadaikan surat rumah keluarga sebagai jaminan untuk deposito kepada Dimas Kanjeng.
Surat rumah milik keluarga digadaikan di bank senilai kurang lebih Rp 230 juta pada tahun 2010.
Haji Mansyur menceritakan perihal digadaikannya surat rumah kepada sejumlah kenalannya, namun tak memberitahu kepada sang istri lantaran takut memicu pertengkaran.
Uang yang sejatinya digunakan untuk modal berdagang malah diberikan Dimas Kanjeng, lantaran iming-iming uangnya akan digandakan hingga jumlahnya menjadi berlipat-lipat.
Sebaliknya yang ada hanya utang. Besarnya jumlah utang yang diwariskan almarhum membuat keluarga yang ditinggalkannya terkejut sekaligus bersedih.
“Barang nggak ada malah ada utang. Kalau uang Rp 200 juta dibikin dagangan seisi rumah bisa penuh. Karena uang nggak masuk rumah berarti ya larinya ke sana. Bahkan rumah sempat mau dijual, tetapi alhamdulilah belum sempat terlaksana,” ujar Anto.
Almarhum Haji Mansyur, kata Anto, tidak gampang mengeluarkan uang untuk tujuan tidak jelas.
Oleh sebab itu, ia merasa heran almarhum bersedia merogoh kocek hingga berutang banyak hanya demi menyetorkan uang ke Dimas Kanjeng.