LokalZone - Rencana pembangunan Villa dan Resort oleh PT Puri Tirta Propertindo di
Pulau Menjangan yang menuai penolakan oleh komponen masyarakat di Desa
Pejarakan dan Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak disikapi serius Pemkab
Buleleng. Bupati Putu Agus Suradnyana, ST menyatakan menolak pembangunan
sarana akomodasi, penginapan oleh PT di wilayah pulau menjangan. Sikap
tegas Bupati Suradnyana menolak pemanfaatan wilayah konservasi
untuk dibangun Villa dan Resort didasari atas Perda Provinsi Bali Nomor
16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali
Tahun 2009-2029 dan Perda RTRW Kabupaten Buleleng Nomor 9 Tahun 2013.
Pembangunan Villa dan resort di Pulau menjangan, menurut Bupati Suradnyana telah melanggar kawasan tempat suci yang diatur di pasal 50 Perda RTRW Provinsi Bali dan Pasal 71 Perda RTRW Kabupaten Buleleng karena masuk dalam kawasan tempat suci. Disekitar lokasi pembangunan Villa dan Resort terdapat Pura Dang Kahyangan yaitu Pura Agung Pingit Klenting Sari. “Zonasi kawasan tempat suci sangat jelas diatur dalam Perda RTRW Provinsi Bali dan Perda RTRW Kabupaten Buleleng yang menyebutkan Pura Dang Kahyangan dengan radius sekurang kurangnya apeneleng alit yang setarakan dengan 2.000 meter dari sisi luar tembok penyengker Pura,” jelasnya.
Selain masuk zonasi kawasan tempat suci, lokasi pembangunan Villa dan Resort di Pulau Menjangan juga melanggar zonasi kawasan sempadan pantai yang menyebutkan daratan sepanjang tepian laut dari titik pasang air laut tertinggi kearah darat. “Untuk menjaga keajegan alam dan lingkungan dan sesuai dengan Perda RTRW Provinsi Bali dan Perda RTRW Kabupaten Buleleng, tegas saya katakan menolak pembangunan Villa dan Resort di Pulau Menjangan,” tegasnya.
Sementara, terkait dengan informasi investor PT Puri Tirta Propertindo yang telah mengantongi ijin pemanfaatan daerah konservasi Taman Nasional Bali Barat oleh Kementerian Kehutanan, Bupati Suradnyana menjelaskan, setiap pendirian, perubahan dan perbaikan suatu bangunan wajib mendapatkan IMB dari Pemerintah Daerah dengan tetap mengacu Perda RTRW. “Biarpun mereka kantongi ijin di pusat, tapi kan pemanfaatan dan operasionalnya di daerah. Bila itu melanggar peraturan di daerah, tetap kami tolak ijnnya,” ucapnya.