LokalZone - Komputer, laptop dan berbagai gadget lainnya saat ini sudah sangat umum ditemukan di masyarakat. Bahkan, tiap rumah saat ini pasti mempunyai setidaknya satu jenis gadget. Hal ini sangat beralasan, karena gadget-gadget ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk kegiatan mereka sehari-hari.
Sayangnya, meningkatnya penggunaan dan kebutuhan gadget ini juga dibarengi oleh penggunaan software palsu atau bajakan. Dapat dikatakan, hampir semua orang di Indonesia yang mempunyai komputer, laptop atau gadget lainnya, menggunakan setidaknya satu software bajakan. Mengapa hal ini terjadi?
Alasan utama masalah penggunaan software palsu ini adalah harga. Bila dibandingkan dengan harga software asli, software bajakan menawarkan harga yang sangat murah. Bahkan, banyak orang dapat memperoleh software palsu ini secara gratis, dengan mengunduh dari internet. Yang tidak diketahui banyak orang, penggunaan software palsu ini ternyata berpotensi menimbulkan masalah besar.
Penelitian mengenai potensi terjadinya masalah besar dari software bajakan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak pihak. Yang paling baru, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerjasama dengan Makara Mas Universitas Indonesia melakukan penelitian ini. Menurut mereka, penggunaan software bajakan akan membuka lubang besar terjadinya serangan dari dunia maya.
Penggunaan internet di kalangan masyarakat saat ini sudah sangat tinggi. Dan, dengan semakin banyaknya penggunaan software bajakan, maka serangan dari Trojan, virus, botnet maupun malware juga akan semakin banyak. Akamai Technologies, Inc, bahkan menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 setelah Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai negara asal serangan online terbanyak.
Parahnya masalah pembajakan ini juga ditemukan oleh International Data Center (IDC) dan National University of Singapore (NUS). Tahun lalu, mereka meneliti 203 komputer baru yang berasal dari kawasan Asia Pasifik. Yang mengejutkan, 61 persen diantara semua komputer baru tersebut ternyata memiliki malware berbahaya didalamnya.
Yang dirugikan karena software palsu ini bukan hanya pengguna software tersebut. Pemerintah juga mengalami kerugian. Widyaretna Buenastuti, Ketua MIAP mengungkapkan, Pemerintah negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan dirugikan hingga lebih dari US$ 50 triliun per tahun karena masalah ini.
Widyaretna bahkan mengungkapkan alasan rendahnya minat investor asing untuk masuk ke Indonesia adalah banyaknya pembajakan. Bidang-bidang yang seharusnya dapat membuat Indonesia maju, seperti teknologi informasi, menjadi bidang yang terasa tidak nyaman untuk para investor ini.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah membuat Undang-Undang mengenai pembajakan ini. UU yang dimaksud adalah UU Hak Cipta No. 28/2014. Dalam UU ini, hukuman untuk pelaku pembajakan mencapai Rp. 500 juta hingga Rp. 1 triliun. Bahkan, pemilik tempat pembelanjaan yang membiarkan adanya penjualan software bajakan atau produk bajakan lainnya dapat terkena denda hingga Rp. 100 juta.
Namun, semua aturan dan usaha Pemerintah tersebut tidak akan berhasil, tanpa dukungan dari kita semua, pengguna software. Bila semua orang menggunakan software asli, maka software bajakan pun akan hilang dengan sendirinya.
Sayangnya, meningkatnya penggunaan dan kebutuhan gadget ini juga dibarengi oleh penggunaan software palsu atau bajakan. Dapat dikatakan, hampir semua orang di Indonesia yang mempunyai komputer, laptop atau gadget lainnya, menggunakan setidaknya satu software bajakan. Mengapa hal ini terjadi?
Alasan utama masalah penggunaan software palsu ini adalah harga. Bila dibandingkan dengan harga software asli, software bajakan menawarkan harga yang sangat murah. Bahkan, banyak orang dapat memperoleh software palsu ini secara gratis, dengan mengunduh dari internet. Yang tidak diketahui banyak orang, penggunaan software palsu ini ternyata berpotensi menimbulkan masalah besar.
Penelitian mengenai potensi terjadinya masalah besar dari software bajakan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak pihak. Yang paling baru, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerjasama dengan Makara Mas Universitas Indonesia melakukan penelitian ini. Menurut mereka, penggunaan software bajakan akan membuka lubang besar terjadinya serangan dari dunia maya.
Penggunaan internet di kalangan masyarakat saat ini sudah sangat tinggi. Dan, dengan semakin banyaknya penggunaan software bajakan, maka serangan dari Trojan, virus, botnet maupun malware juga akan semakin banyak. Akamai Technologies, Inc, bahkan menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 setelah Tiongkok dan Amerika Serikat sebagai negara asal serangan online terbanyak.
Parahnya masalah pembajakan ini juga ditemukan oleh International Data Center (IDC) dan National University of Singapore (NUS). Tahun lalu, mereka meneliti 203 komputer baru yang berasal dari kawasan Asia Pasifik. Yang mengejutkan, 61 persen diantara semua komputer baru tersebut ternyata memiliki malware berbahaya didalamnya.
Yang dirugikan karena software palsu ini bukan hanya pengguna software tersebut. Pemerintah juga mengalami kerugian. Widyaretna Buenastuti, Ketua MIAP mengungkapkan, Pemerintah negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan dirugikan hingga lebih dari US$ 50 triliun per tahun karena masalah ini.
Widyaretna bahkan mengungkapkan alasan rendahnya minat investor asing untuk masuk ke Indonesia adalah banyaknya pembajakan. Bidang-bidang yang seharusnya dapat membuat Indonesia maju, seperti teknologi informasi, menjadi bidang yang terasa tidak nyaman untuk para investor ini.
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah membuat Undang-Undang mengenai pembajakan ini. UU yang dimaksud adalah UU Hak Cipta No. 28/2014. Dalam UU ini, hukuman untuk pelaku pembajakan mencapai Rp. 500 juta hingga Rp. 1 triliun. Bahkan, pemilik tempat pembelanjaan yang membiarkan adanya penjualan software bajakan atau produk bajakan lainnya dapat terkena denda hingga Rp. 100 juta.
Namun, semua aturan dan usaha Pemerintah tersebut tidak akan berhasil, tanpa dukungan dari kita semua, pengguna software. Bila semua orang menggunakan software asli, maka software bajakan pun akan hilang dengan sendirinya.