LokalZone - Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja sektor informal atau pekerja rumah tangga ke luar negeri, pada 2017. Sebagai gantinya pemerintah akan menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Data BNP2TKI menyebutkan jumlah Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sekitar 6,5 juta orang yang sebagian besar bekerja di sektor domestik, lalu lapangan pekerjan apa saja yang akan disediakan oleh pemerintah?
Pemerintah saat ini tengah menyusun peta jalan untuk menghentikan pengiriman TKI sektor rumah tangga, dan sebagian gantinya akan menyediakan lapangan kerja di daerah-daerah terutama yang paling banyak mengirim tenaga kerja sektor domestik, seperti disampaikan oleh Dirjen Pembinaan dan Penempatan Kementerian Tenaga Kerja, Reny Usman.
"Pertama padat karya, yang kedua mengajak kepada investor agar membuka padat karya kita mengajak pada investor agar membuka padat karya tetapi tidak hanya di Jawa tetapi di luar Jawa, banyak daerah-daerah yang asal tenaga kerja Indonesia itu di NTT dan NTB," kata Reny "Proses peralihan itu bisa padat karya, kewirausahaan dan lain-lain".
Tahun ini pemerintah menargetkan membuka dua juta lapangan pekerjaan.
Tetapi, Haryanto mengatakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tidak menyelesaikan masalah.
"Para TKI itu bekerja di luar negeri karena tidak ada pekerjaan yang memadai di kampung mereka, dan penghentian ini jutsru akan membuka peluang banyaknya TKI yang pergi secara ilegal," jelas Haryanto.
Haryanto menilai pemerintah seharusnya lebih memberikan perlindungan dan mengubah aturan yang merugikan buruh migran, dna bukan menghentikan pengirimannya.
Data BNP2TKI menyebutkan jumlah Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sekitar 6,5 juta orang yang sebagian besar bekerja di sektor domestik, lalu lapangan pekerjan apa saja yang akan disediakan oleh pemerintah?
Pemerintah saat ini tengah menyusun peta jalan untuk menghentikan pengiriman TKI sektor rumah tangga, dan sebagian gantinya akan menyediakan lapangan kerja di daerah-daerah terutama yang paling banyak mengirim tenaga kerja sektor domestik, seperti disampaikan oleh Dirjen Pembinaan dan Penempatan Kementerian Tenaga Kerja, Reny Usman.
"Pertama padat karya, yang kedua mengajak kepada investor agar membuka padat karya kita mengajak pada investor agar membuka padat karya tetapi tidak hanya di Jawa tetapi di luar Jawa, banyak daerah-daerah yang asal tenaga kerja Indonesia itu di NTT dan NTB," kata Reny "Proses peralihan itu bisa padat karya, kewirausahaan dan lain-lain".
Tahun ini pemerintah menargetkan membuka dua juta lapangan pekerjaan.
Tetapi, Haryanto mengatakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tidak menyelesaikan masalah.
"Para TKI itu bekerja di luar negeri karena tidak ada pekerjaan yang memadai di kampung mereka, dan penghentian ini jutsru akan membuka peluang banyaknya TKI yang pergi secara ilegal," jelas Haryanto.
Haryanto menilai pemerintah seharusnya lebih memberikan perlindungan dan mengubah aturan yang merugikan buruh migran, dna bukan menghentikan pengirimannya.
Kekerasan TKI
Kasus kekerasan yang dialami tenaga kerja di luar negeri yang dijadikan salah satu alasan bagi pemerintah untuk menghentikan pengiriman TKI sektor domestik.
Ummairoh, 34 tahun, telah bekerja selama lebih dari 15 tahun di Singapura sebagai pekerja rumah tangga. Perempuan asal Madura Jawa Timur ini, mulai bekerja di luar negeri pada usia 17 tahun.
Selama bekerja di sektor domestik, Ummai beberapa kali sempat mengalami tidak dibayar gaji dan tidak diberikan hak liburnya.
"Saya pernah mengalami yang tidak enak, tidak dikasih cuti, tak dibayar dan juga ga boleh komunikasi dengan teman atau keluarga, lalu pulang kampung tapi ya kembali lagi karena terpaksa karena harus membiayai keluarga, di Indonesia sulit dapat kerja," jelas Ummairoh kepada wartawan BBC Indonesia, Sri Lestari melalui sambungan telepon.
Masalah hak tenaga kerja Indonesia yang dilanggar oleh majikannya seringkali terjadi, bahkan mereka seringkali mendapatkan kekerasan.
Terakhir adalah kasus Erwiana Sulistyaningsih yang dianiaya, dan tidak dibayar gajinya oleh perempuan di Hong Kong Law Wan-Tung. Kasusnya menyedot perhatian internasional setelah foto Erwiana yang penuh luka dan sangat kurus beredar di media massa. Law telah mendapatkan hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp. 24 juta.
Tetapi Erwiana mengatakan tidak puas dengan hukuman tersebut dan berharap kasusnya akan membuat pemerintah Hong Kong dan Indonesia meningkatkan perlindungan terhadap TKI. (bbc)